Menurut Encyclopaedia Britannica, tato tertua ditemukan pada mumi
Mesir dari abad ke-20 SM. Tanda permanen yang dibuat dengan cara
memasukkan pewarna ke dalam lapisan kulit itu, ditemui hampir di seluruh
belahan dunia.Dalam catatan Ady Rosa, 48 tahun, dosen Seni Rupa,
Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, tato Mesir baru ada pada 1300
SM. Menurut magister seni murni, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini,
orang Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke pantai
barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia
(Indocina), pada Zaman Logam, 1500 SM-500 SM.’’Itu artinya, tato
Mentawai-lah yang paling tua di dunia,’’ kata Ady Rosa, yang telah 10
tahun meneliti tato. Di Mentawai. Tato dikenal dengan istilah titi.
Dalam penelitian Ady Rosa, selain Mentawai dan Mesir, tato juga terdapat
di Siberia (300 SM), Inggris (54 SM), Indian Haida di Amerika,
suku-suku di Eskimo, Hawaii dan Kepulauan Marquesas.Budaya rajah ini,
juga ditemukan pada suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, suku Maori di
Selandia Baru, suku Dayak di Kalimantan dan suku Sumba di Sumatera
Barat. Bagi orang Mentawai, tato merupakan roh kehidupan. Ady, yang pada
1992 menelusuri pusat kebudayaan Mentawai di Pulau Siberut, menemukan
sedikitnya empat kedudukan tato di sana.Salah satu kedudukan tato adalah
untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi.
Tato dukun sikerei, misalnya, berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli
berburu dikenal lewat gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa,
kera, burung atau buaya. Sikerei diketahui dari tato bintang sibalu-balu
di badannya. Hikayat Arat Sabulungan secara berseloroh Ady menyatakan,
‘’Jadi, sebelum para jenderal punya bintang, dukun Mentawai sudah punya
lebih dulu….’’Menurut penelitian Ady, yang oleh dua guru besar ITB, A.D.
Pirous dan Primadi Tabrani, dijuluki ‘’Jenderal Tato’’, bagi masyarakat
Mentawai, tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam.
Dalam masyarakat itu, benda-benda seperti batu, hewan dan tumbuhan harus
diabadikan di atas tubuh. ‘’Mereka menganggap semua benda memiliki
jiwa,’’ kata Ady. Fu
ngsi tato yang lain adalah keindahan.
Masyarakat Mentawai juga bebas menato tubuh sesuai dengan
kreativitasnya.Kedudukan tato diatur oleh kepercayaan suku Mentawai,
‘’Arat Sabulungan’’. Istilah ini berasal dari kata sa (se) atau
sekumpulan, serta bulung atau daun. Sekumpulan daun itu dirangkai dalam
lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, diyakini memiliki
tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai sebagai media
pemujaan Tai Kabagat Koat (Dewa Laut), Tai Ka-leleu (roh hutan dan
gunung), dan Tai Ka Manua (roh awang-awang).Arat Sabulungan dipakai
dalam setiap upacara kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah,
dan penatoan. Ketika anak lelaki memasuki akil balig, usia 11-12 tahun,
orangtua memanggil sikerei dan rimata (kepala suku). Mereka akan
berunding menentukan hari dan bulan pelaksanaan penatoan.Setelah itu,
dipilihlah sipatiti -seniman tato. Sipatiti ini bukanlah jabatan
berdasarkan pengangkatan masyarakat, seperti dukun atau kepala suku,
melainkan profesi laki-laki. Keahliannya harus dibayar dengan seekor
babi. Sebelum penatoan akan dilakukan punen enegat, alias upacara
inisiasi yang dipimpin sikerei, di puturukat (galeri milik
sipatiti).Tubuh bocah yang akan ditato itu lalu mulai digambar dengan
lidi. Sketsa di atas tubuh itu kemudian ditusuk dengan jarum bertangkai
kayu. Tangkai kayu ini dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk
memasukkan zat pewarna ke dalam lapisan kulit. Pewarna yang dipakai
adalah campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa.Janji Gagak
Borneo Penatoan awal atau paypay sakoyuan, itu dilakukan di bagian
pangkal lengan. Ketika usianya menginjak dewasa, tatonya dilanjutkan
dengan pola durukat di dada, titi takep di tangan, titi rere pada paha
dan kaki, titi puso di atas perut, kemudian titi teytey pada pinggang
dan punggung.Dalam kesimpulan Ady Rosa, tato Mentawai berhubungan erat
dengan budaya dongson di Vietnam. Diduga, dari sinilah orang Mentawai
berasal. Dari negeri moyang itu, mereka berlayar ke Samudra Pasifik dan
Selandia Baru. Akibatnya, motif serupa ditemui juga pada beberapa suku
di Hawaii, Kepulauan Marquesas, suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, serta
suku Maori di Selandia Baru.
Tato Mentawai Lebih Demokratis
Di Indonesia, menurut Ady, tradisi tato Mentawai lebih demokratis
dibandingkan dengan tato Dayak di Kalimantan. Dalam budaya Dayak, tato
menunjukkan status kekayaan seseorang.‘’Makin bertato, makin kaya,’’
katanya. Toh, Baruamas Jabang Balumus, 67 tahun, tokoh adat Dayak dari
suku Taman, menuturkan, dalam tato masyarakat Dayak ada aspek lain
selain simbol strata sosial. ’’Tato adalah wujud penghormatan kepada
leluhur,’’ kata tokoh bernama asli Masuka Djanting itu. Contohnya adalah
tradisi tato dalam kebudayaan Dayak Iban dan Dayak Kayan. Di kedua suku
itu, menato diyakini sebagai simbol dan sarana untuk mengungkapkan
penguasa alam. Tato juga dipercaya mampu menangkal roh jahat, serta
mengusir penyakit ataupun roh kematian.Tato sebagai wujud ungkapan
kepada Tuhan terkait dengan kosmologi Dayak. Bagi masyarakat Dayak, alam
terbagi tiga: atas, tengah dan bawah. Simbol yang mewakili kosmos atas
terlihat pada motif tato burung enggang, bulan dan matahari. Dunia
tengah, tempat hidup manusia, disimbolkan dengan pohon kehidupan.
Sedangkan ular naga adalah motif yang memperlihatkan dunia bawah.Charles
Hose, opsir Inggris di Kantor Pelayanan Sipil Sarawak pada 1884, rajin
mencatat legenda-legenda yang dipercaya orang Dayak itu. Dalam buku
Natural Man, A Record from Borneo terbitan Oxford University Press,
1990, Charles Hose menceritakan janji burung gagak borneo dan burung
kuau argus untuk saling menghiasi bulu mereka.Setelah Haid Pertama Dalam
legenda itu, gagak berhasil mulus melakukan tugasnya. Sayang, kuau
adalah burung bodoh. Karena tak mampu, akhirnya kuau argus meminta
burung gagak untuk duduk di atas semangkuk tinta, lalu menggosokkannya
ke seluruh tubuh kuau, pemakan bangkai itu. Sejak saat itulah, konon,
burung gagak dan burung kuau memiliki warna bulu dan ‘’dandanan’’
seperti sekarang.Secara luas, tato ditemukan di seluruh masyarakat
Dayak. Namun, Hose menilai, teknik dan desain tato terbaik dimiliki suku
Kayan. Bagi suku ini, penatoan hanya dilakukan bila memenuhi syarat
tertentu. Bagi lelaki, proses penatoan dilakukan setelah ia bisa
mengayau kepala musuh.
Tradisi tato bagi laki-laki ini perlahan tenggelam sejalan dengan
larangan mengayau.Setelah ada pelarangan itu, tato hanya muncul untuk
kepentingan estetika. Tradisi tato tak hilang pada kaum Hawa. Kini,
mereka menganggap tato sebagai lambang keindahan dan harga diri. Meski
masyarakat Dayak tidak mengenal kasta, tedak kayaan, alias perempuan tak
bertato, dianggap lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan yang
bertato.Ada tiga macam tato yang biasa disandang perempuan Dayak Kayan.
Antara lain tedak kassa, yang meliputi seluruh kaki dan dipakai setelah
dewasa. Lainnya adalah tedak usuu di seluruh tangan, dan tedak hapii di
seluruh paha. Di kalangan suku Dayak Kenyah, penatoan dimulai ketika
seorang wanita berusia 16 tahun, atau setelah haid pertama.Upacara adat
dilakukan di sebuah rumah khusus. Selama penatoan, semua kaum pria dalam
rumah tersebut tidak boleh keluar dari rumah. Selain itu, seluruh
anggota keluarga juga wajib menjalani berbagai pantangan. Konon, kalau
pantangan itu dilanggar, keselamatan orang yang ditato akan terancam.
Dulu, agar anak yang ditato tidak bergerak, lesung besar diletakkan di
atas tubuhnya.Kalau si anak sampai menangis, tangisan itu harus
dilakukan dalam alunan nada yang juga khusus. Di masyarakat Dayak Iban,
tato menggambarkan status sosial. Kepala adat, kepala kampung, dan
panglima perang menato diri dengan simbol dunia atas. Simbol dunia bawah
hanya menghiasi tubuh masyarakat biasa. Motif ini diwariskan
turun-temurun untuk menunjukkan garis kekerabatan.
Seorang sikerei (dukun budaya) bercerita mengenai pembuatan tato khas
Mentawai. Tato, mereka menyebutnya titi, adalah salah satu bagian dari
ekspresi seni dan perlambang status orang dari Suku Mentawai. Dulu, tato
populer di kalangan baik lelaki maupun perempuan Mentawai yang telah
dewasa. Kini, hanya sebagian kecil suku Mentawai yang masih bertato.
Sebagian dari mereka bisa ditemui di pedalaman Pulau Siberut.
Tato dibuat oleh seorang sipatiti (pembuat tato). Proses pembuatan
tato memakan waktu yang lama, terutama pada tahap persiapannya yang bisa
sampai berbulan-bulan. Ada sejumlah upacara dan pantangan (punen) yang
harus dilewati oleh orang yang ingin ditato. Tak semua orang sanggup
melewati tahap ini.
Sebelum sipatiti mulai membuat tato, ada ritual upacara yang dipimpin
oleh sikerei (dukun budaya Mentawai). Tuan rumah lalu mengadakan pesta
dengan menyembelih babi dan ayam. Daging babi dan ayam ini juga sebagai
upah yang diberikan untuk sikerei. Tutulu bercerita bahwa ntuk
menyelenggarakan pesta membuat tato ini saja bisa menghabiskan biaya
sekitar lima juta rupiah.Jarum yang digunakan terbuat dari tulang hewan
atau kayu karai yang diruncingkan. Dengan mengetok-ngetoknya,
terciptalah garis-garis yang merupakan motif utama tato suku Mentawai.
Pewarna yang digunakan berasal dari arang yang menempel di kuali.
Sikerei yang merupakan kakaknya Tutulu berkata bahwa biasanya pembuatan
tato dimulai dari telapak tangan, tangan, kaki lalu tubuh. Selama
beberapa hari, kulit yang baru ditato akan bengkak dan mengeluarkan
darah. Membayangkannya saja saya ngeri.
sumber:
http://www.indonesiansubculture.com/portal/articles.php?article_id=20
Sumber:
http://travel.detik.com/read/2010/12/08/203709/1512280/1025/tato-mentawai-tato-tertua-di-dunia
sumber :
http://psb-psma.org/content/blog/4715-sejarah-tato-tertua-di-dunia-dari-mentawai